Catatan kecil, Hari Marwah Provinsi Kepri

0
50

Catatan kecil, Hari Marwah Provinsi Kepri.

HR/ Direktur Batam Research Center.

Hari Marwah Provinsi Kepri datang lagi, terasa waktu begitu cepat berlalu, 22 tahun yang lalu darah dan airmata dikorbankan untuk Melayu tercinta. Pekikan Melayu tak hilang dibumi, saatnya kita harus memisahkan diri dengan Riau, menghiasai peta politik. Dikedai kopi, dimasjid, langgar dan tempat berkumpul sibuk membicarakan Provinsi Baru.

Tidak sampai disitu, sang tokoh sentral, orang tua melayu yang paling disegani harus membayar mahal perjuangan itu. Pria yang akrab dipanggil Sultan ditahan disukamiskin, menempati ruangan tahanan TA 38, tak jauh dari ruang tahanan Bung Karno, yang terletak di lantai dua penjara peninggalan Belanda.

Diruangan sempit, hanya diisi oleh satu kasur tipis yang digeletakkan di lantai, satu meja, serta satu almari pakaian. Sang Pemangku Adat Bentan melewati hari hari Menunggu waktu pembebasan, untuk suatu kasus politik yang tidak pernah dinikmatinya, hukuman negara wajib dilakukan.

Adakalanya seseorang yang tulus itu lebih memilih pergi ketika ketulusannya tidak pernah dihargai. Begitulah hari hari sang Sultan Bentan hari ini, tabliq dari masjid ke masjid diseluruh Kepri, melihat lebih dekat masyarakat lebih penting baginya dari sebongkah kekuasaan. Kadang seseorang berhenti peduli, bukan karena sudah tidak peduli lagi, tapi karena dia sadar kepeduliannya tidak dihargai sama sekali. Dia bukan berarti tidak peduli mengenai stabilitas peta politik Kepri, setiap kontestasi politik masih hadir memberi petunjuk, tetapi hanya sebatas itu.

Ismet Abdullah, Muhammad Sani, Nurdin Nasirun, Isdianto , Ansar Ahmad boleh saja menikmati cucuran keringat dan airmata sang pejuang Marwah Kepri, tetapi bagi saya Sultan Huzrin Hood adalah Pribadi yang tak tergantikan.

Tidak susah mencari sang Sultan, pergilah ke masjid dia ada disana, tidak perlu protokoler segala, duduk berselonjor kaki diberanda masjid dan ajaklah dia berdiskusi, terasa waktu Zuhur dan ashar begitu cepat berlalu.

Teruslah melangkah selama engkau dijalan yang benar, meski terkadang kebaikan tidak selalu dihargai, Hari ini sang Sultan menikmati kemerdekaannya, Masjid dan Surau telah menjadi Singgasana politiknya, tidak perlu takut dengan Hukum dunia dan KPK, dia bebas dalam hukum Tuhan yang hakiki.

Tetap seperi dahulu sang Sultan, orang tua yang murah hati, murah senyum.

Untukmu aku berterima kasih, telah memberikan pelajaran hidup yang sangat berarti. Terutama memahami bahwa perjuangan tak selamanya dapat dihargai. Ujian terakhir bagi hati nurani manusia mungkin adalah kesediaannya untuk mengorbankan sesuatu hari ini untuk generasi masa depan yang ucapan terima kasihnya tidak akan terdengar.

Sumber: FB Huzrin Hood, FB Hendri Rahman